JAKET
DARI KAKAK
Aku
memiliki seorang kakak laki-laki yang sangat aku banggakan. Dia tampan, baik
hati, penyayang, dan dia pandai. Nama kakakku adalah Agrarino Devan Samala. Aku
biasa memanggilnya kak Devan. Aku sangat menyayanginya. Tapi di sisi lain aku
sangat iri padanya.
Ini
semua berawal dari kemenangan kakakku dalam beberapa olimpiade dan kompetisi.
Seperti olimpiade Geografi tingkat SMA se Provinsi, Kompetisi debat masalah
perekonomian Indonesia antar SMA tingkat Kabupaten, lomba bulu tangkis tingkat
Kecamatan, dan lain-lain. Sehingga orangtua ku sangat memanjakan kakak. Apapun
yang diinginkan kakak selalu dipenuhi. Tak tanggung-tanggung, kakakku minta
motorpun langsung dibelikan. Sedangkan aku?? Minta dibelikan jaket baru saja
sampai saat ini tidak dibelikan. Padahal harganya hanya Rp.185.000.
Aku
sangat ingin membeli jaket itu dalam waktu dekat ini. Jaket yang aku inginkan
bukanlah jaket biasa. Kalau mau membeli jaket itu, aku harus pesan dulu secara
online di salah satu website toko K-pop. Jaket itu ada tulisan “Part Of
Shappire Blue Ocean in the World” di bagian belakang. Sedangkan bagian depan
sebelah kanan ada tulisan “ELF Indonesia”. Jaket itu berwarna biru safir. Aku
ingin membelinya karena akan ada acara berkumpulnya fans boyband Super Junior di
Kotaku. Andai uang tabunganku tidak aku habiskan untuk membeli tiket konser Super
Junior bulan kemarin, mungkin aku masih bisa membelinya.
“Gea!!”
Tiba-tiba
seseorang menepuk pundakku. Sontak aku terkejut dan langsung menoleh.
“Kak
Devan? Iih nyebelin! Kaget tau!!”. Gerutuku kesal setelah tau yang
mengagetkanku adalah kak Devan.
“Kamu
sih.. lagi nonton tv tapi pikirannya kemana-mana! Mikirin apa sih adikkuu
ini?”. Katanya sambil mengacak-acak rambutku.
“Emm..
Gea lagi.. gak jadi deh! Gea males cerita ke kakak..”.
Kak
Devan kemudian duduk di sampingku.
“Kenapa?
Gakpapa lagii.. siapa tau kakakmu yang ganteng ini bisa membantu..”.
Aku
menatapnya. Kak Devan pun demikian.
“Gea..
pengen beli sesuatu kak.. tapi mama sama papa gak mau beliin sampai sekarang..
Gea kesal..” Ucapku sambil menunduk.
“Jaket
ELF?” Tanya kakakku memastikan.
Aku
mengangguk.
“Nanti
kakak belikan ya!”.
Aku
langsung menatap kakakku dengan berkaca-kaca.
“Kakak
serius?” Ucapku pelan.
Kakak
tersenyum sambil mengangguk.
Aku
sangat senang melihat senyuman kakakku. Dia sangat mempesona saat tersenyum.
Apalagi wajah kakakku tidak pernah disinggahi jerawat. Beruntung sekali pacar
kakak. Bisa mendapatkan sosok lelaki yang sempurna seperti kakakku.
“Tapi
ada satu syarat”. Ucapnya kemudian.
Aku
sedikit kecewa sih sebenarnya, aku kira aku akan mendapatkannya dengan
cuma-cuma. Tapi ternyata malah ada syaratnya.
Aku
memasang wajah cemberut pada kakakku.
“Mau
gak?”
“Apa
dulu syaratnya?”
“Sebentar”.
Kakakku kemudian bangkit menuju kamarnya.
Beberapa
detik kemudian, ia kembali membawa secarik kertas. Dia memberikan kertas itu
padaku.
“Kamu
harus ikut itu” Katanya sambil tertsenyum senang.
Aku
menatapnya curiga, lalu tanpa basa-basi aku langsung membaca kertas itu.
Beberapa
detik kemudian, mulutkku menganga lebar. Sedangkan kakakku tertawa puas.
“Baca
puisi???”. Tanyaku.
Sekali
lagi kakakku mengangguk yakin.
“Kak..
Gea itu gak bakat baca puisi.. mana mungkin Gea bisa menang..”
“Jangan
kira kakak gak tau ya, kamu kalo rumah sepi suka baca-baca puisi di depan cermin
kan?” Ucapnya sembari menahan tawa.
Mukaku
bersemu merah. Sial!
“Bagaimana
kakak tau? Pasti bibi yang kasih tau!”
“Jangan
salahin bibi ah! Orang kakak tau sendiri kok”
“Itu
bukan bakat Gea kak, Gea hanya menjadikannya sebagai hobi saja..”
“Ya
udah kalo gak mau ikut, jangan nyesel lho”. Kata kakakku sambil bangkit dari
duduknya, kemudian hendak pergi meninggalkanku.
“Kak!
Tunggu!”
Kakakku
menoleh.
“Ya?”
“Kalo
Gea gak menang, apa kakak masih mau membelikannya?”
“Emm..
minimal kamu harus juara harapan tiga”
Lomba
itu akan dilaksanakan seminggu lagi, kakakku sudah mendaftarkanku sebagai
peserta. Setiap hari kakakku menemaniku berlatih membaca puisi.
“Mana
ekspresinya??” Itulah kata-kata kakakku yang seringkali dia lontarkan. Dan
membuatku jengkel setiap kali harus mengulang.
Aku
dan kakakku tidak memberi tau mama dan papa, sengaja memang. Supaya bila aku
menang nanti bisa menjadi kejutan untuk mereka. Dan bila aku gagal mereka tidak
akan merasa kecewa.
Waktu
berjalan semakin cepat.
Hari
ini adalah hari perlombaan baca puisi. Aku sudah berada di deretan kursi
peserta. Aku mendapatkan nomor urut 35 dari 70 peserta.
Aku
mencari-cari kakakku, tapi aku tidak melihatnya.
“Kakak
dimana sih?” Batinku dalam hati.
Aku
sudah berkali-kali menghubunginya, tapi tak ada jawaban.
“Peserta
nomor 35!!” MC mengumumkan agar aku tampil.
Di
atas panggung, aku melihat banyak sekali orang-orang yang menontonku. Tanganku
tiba-tiba berkeringat dingin, jantungku berdegup kencang. Aku mengepalkan
tangan untuk menguatkan diriku sendiri. Sesekali aku menarik nafas dalam-dalam,
lalu menghembuskannya perlahan.
Hampir
satu menit, dan aku masih belum memulai membaca puisi.
Tiba-tiba
aku melihat kakakku memasuki ruangan perlombaan dengan tergesa-gesa. Nafasnya
ngos-ngosan. Aku bisa melihat jelas dari raut mukanya bahwa dia sangat menyesal
telah datang terlambat.
Dia
tersenyum padaku sambil mengepalkan tangannya ke atas pertanda memberi
semangat.
Aku
mengangguk. Lalu ku alihkan pandanganku ke kertas berisi puisi yang diberikan
MC padaku. Aku membacanya sekilas. Dan aku sudah mengerti ekspresi apa yang
harus aku mainkan dan nada membaca bagaimana yang harus aku gunakan.
Selesai
tampil, aku menghempaskan tubuhku di kursi taman. Taman itu berada di samping
gedung perlombaan.
“Kamu
sudah berusaha! Ini makanlah” Kata kakakku sambil menyodorkan es krim padaku.
Aku
menerimanya dengan senang hati.
“Gea
gak yakin bisa menang kak”. Ucapku sembari mencomot es krim itu.
Kakakku
duduk di sebelahku. Lalu merengkuh pundakku.
“Walaupun
kakak gak melihat penampilan semua peserta, tapi kakak tau kamu yang terbaik di
antara peserta lain, nanti kalau kamu juara satu, kamu minta apapun kakak akan
kasih secara percuma”
“Kalau
gak menang?”
“Ya..
gakpapa, kakak gak akan belikan kamu jaket itu, tapi kakak akan teraktir kamu
es krim selama seminggu, untuk menghargai kerja kerasmu selama ini”
Aku
senang mendengar jawaban bijak kakakku. Aku berharap kakakkku akan terus
seperti ini padaku. Lalu aku menyandarkan kepalaku di pundaknya.
“Makasih
ya kak, Gea sayang sama kakak, sayang banget!”
Kakakku
tersenyum mendengarkan ucapanku.
“Ngomong-ngomong,
kenapa kakak datang terlambat?” Tanyaku.
“Tadi
di kelas ada ulangan mendadak, ya kakak berusaha secepat mungkin
menyelesaikannya, lalu kakak kabur dari sekolah”
“Jadi
kakak kesini gak bawa motor?”
“Kakak
lari kesini, makanya tadi kakak ngos-ngosan, hehe..” Katanya sambil memamerkan
deretan giginya yang putih.
Setelah
beberapa lama di taman, aku dan kakak kembali ke gedung perlombaan untuk
mendengarkan pengumuman pemenang. Jantungku berdegup sangat kencang.
“Juara
pertama perlombaan baca puisi tingkat SMP se Bandung diraih oleh peserta
nomor.. 35!!! Gea Princessa Samala!!” Kata MC.
Aku
dan kakakku masih diam. Seolah-olah kami tidak sadar kalau yang disebut adalah
namaku.
“Gea
Princessa Samala harap maju ke depan!”
Aku
dan kakakku sadar secara bersamaan. Kami saling menatap.
“GEA!!
KAMU MENANG!! KAMU MENANG!!” Kata kakakku senang sambil mengguncangkan tubuhku.
Aku
mengangguk, air mataku tak dapat ditahan untuk keluar. Kakak langsung
memelukku.
“Selamat
ya adikku.. kerja kerasmu terbayar sudah! Sudah jangan nangis! Maju sana! Ambil
hadiahnya..”
Kami
pulang membawa piala dan hadiah uang tunai senilai Rp.5.000.000,-
Mama
dan papa terlliat kaget sekaligus bangga pula padaku. Sekarang aku tau
bagaimana rasanya membuat orangtua bangga. Membanggakan orangtua memberikan
kepuasan batin tersendiri. Jadi, selama ini perasaan seperti ini yang dialami
kakakku setelah membanggakan mama dan papa.
Aku
hendak
menagih jaket yang dijanjikan kakakku, tapi dia terlihat sangat lelah, sehingga
aku tak bisa mencegahnya masuk ke kamarnya.
Aku
membuka pintu kamarku, kemudian menutupnya. Terdapat sebuah kotak di atas
kasurku. Aku langsung mengambilnya. Ada tulisan “Dari Devan”. Aku sangat
bersemangat untuk membukanya.
Tapi
setelah membukanya, rasanya aku ingin sekali membuangnya di depan muka kakakku.
Yang ada di dalam kotak itu memang jaket. Tapi bukan jaket yang aku inginkan
selama ini. Jaket yang diberikan kakakku adalah jaket keluaran terbaru di Kota ku.
Aku tidak suka jaket ini, aku hanya ingin jaket ELF, bukan jaket ini.
Aku
langsung menghampiri kakakku di kamarnya. Tanpa ketuk pintu, aku langsung masuk
ke kamarnya. Kakakku sedang berkutik dengan laptopnya di atas kasur.
Dia
tampak terkejut dengan kedatanganku.
“Gea!!”
Katanya sambil bangkit menuju ke arahku.
Tanpa
diminta, air mataku sudah keluar.
“Kak..
Gea kan gak minta jaket yang itu!! Kakak sudah janji bakal belikan Gea jaket
ELF yang Gea inginkan! Tapi kenapa kakak belikan yang itu?! Untuk apa kak?! Gea
gak suka! Gea benci sama kakak! Pokoknya Gea benci sama kakak!”
Akupun
keluar dari kamar kakak dengan amarah yang tak bisa ku kendalikan.
Sampai-sampai aku menutup pintu kamar kakak dengan keras. Bisa dibilang
membanting.
Mama
dan papa pasti sudah tidur, dan mereka tidak akan bisa mendengar pertengkaranku
dengan kakak, karena kamarku dan kamar kakak ada di lantai atas. Sedangkan
kamar mama dan papa di lantai bawah.
Aku
mengunci pintu kamarku, lalu aku menangis di baliknya.
“Padahal
selama ini aku sudah berusaha keras demi jaket itu..” Gumamku disela-sela isak
tangisku.
DOK!! DOK!! DOK!!
“Gea..”
“Gea..”
Aku
tau itu kakakku.
“Pergi
dari situ!! Gea benci sama kakak!”
“Gea..
kamu gak mau dengerin penjelasan kakak?” Ucap kakak dari balik pintu.
“Gak!!
Kakak pergi dari situ!! Gea gak mau bicara sama kakak!”
“Gea..
maafin kakak ya”
Aku
hanya diam.
Keesokan
harinya, aku sengaja berangkat sepagi mungkin, karena aku malas bertemu
kakakku.
Di
sisi lain.
Devan
keluar dari kamar, ia mendapati sebuah kotak. Kotak itu adalah kotak yang ia
letakkan di kamar Gea kemarin. Devan mengambilnya, lalu membukanya.
Jaket
itu masih utuh. Terdapat secarik kertas di atasnya. Devan membaca tulisan yang
tertera di kertas itu. “GEA GAK SUKA JAKET INI, LEBIH BAIK JAKET INI BUAT KAKAK
SENDIRI AJA!”
Tanpa
disadari, air mata Devan keluar dari persembunyiannya.
Sepulang
sekolah, Devan langsung ke Jakarta untuk mencari toko K-pop yang menjual jaket
ELF yang diinginkan Gea.
Setelah
beberapa jam, akhirnya dia sampai di K-pop Shop itu. Untungnya, jaket ELF itu
masih ada, tinggal satu stoknya.
“Untung
jaketnya masih ada! Maafkan kakak ya Gea.. harusnya kakak tau kamu gak pengen
jaket lain selain jaket ini..” Katanya sambil memandangi bingkisan yang berisi
jaket ELF itu.
Devan
mencari tempat untuk istirahat sebentar, kemudian ia menulis sebuah surat untuk
Gea.
Setelah
beberapa menit, Devan kembali memacu motornya ke Bandung untuk memberikan
hadiah yang sebenarnya diinginkan oleh Gea.
Karena
sudah hampir petang, Devan memacu motornya dengan kecepatan melebihi batas.
Sehingga tanpa dia sadari di sebuah pertigaan tempat dia belok, ada mobil truk
dari arah berlawanan. Kecelakaan mautpun tak bisa dihindari. Tubuh Devan
terlempar beberapa meter dari motornya. Sedangkan bingkisan yang berisi jaket
Gea jatuh tak jauh dari tubuhnya. Devan berusaha meraih bingkisan itu. Dia
merangkak untuk mngambil bingkisan itu. Padahal keadaannya sudah sangat parah.
Tapi
akhirnya Devan bisa meraih bingkisan itu. Dia menggenggam erat bingkisan itu.
Lalu dia terbaring memandang langit. Kenangan masa kecil berputar di
ingatannya. Semakin lama nafas Devan semakin sesak. Dan perlahan tubuhnya
terasa kaku. Matanya tak kuat lagi untuk menatap. Orang-orang mulai banyak yang
mengerumuninya.
Akhirnya
Devan menutup matanya, dan menghembuskan nafas untuk terakhir kali. Dia
meninggal dengan menggenggam bingkisan untuk Gea.
Di
rumah
Aku
merasa sangat gelisah sejak berangkat sekolah tadi. Aku selalu kepikiran kakak.
Dan entah kenapa rasanya aku sangat merindukan kakakku. Aku ingin sekali minta
maaf padanya, karena aku sudah bilang kalau aku membencinya.
Aku
mondar-mandir di teras rumah. Mama dan papa belum pulang dari bekerja.
Hari
sudah petang, biasanya kak Devan paling lambat pulang jam empat sore, tapi ini
sudah jam setengah tujuh petang, dia belum juga pulang. Sebenarnya kemana dia?
Beberapa
menit kemudian, mobil ambulance datang ke rumahku. Aku sangat terkejut
sekaligus takut. Ada apa? Siapa yang ada dalam ambulance itu?
Tiba-tiba
mama dan papa keluar dari mobil ambulance itu, mereka menangis. Aku langsung
menghampiri mereka.
“Ada
apa ma? Pa?” Tanyaku pada mereka.
Hatiku
benar-benar berdegup cepat.
Mama
dan papa langsung memelukku. Aku masih kebingungan sebenarnya siapa yang ada di
dalam ambulance ini?
“Kakakmu..
meninggal..” Kata Papa.
DEG!!!!
Rasanya jantungku berhenti berdetak.
Air
mataku tak bisa ku bendung lagi. Aku tak tahan menopang tubuhku. Aku terduduk
lemah sambil menangis tak percaya.
“Nggak..
nggak mungkin!!” Ucapku sambil menggeleng disela-sela tangis.
Jenazah
kakak diturunkan dari ambulance. Kain putih yang menutupinya penuh dengan
darah.
Aku
masih tak percaya. Aku ingin sekali memastikan itu kak Devan atau tidak.
Aku
menghampiri jenazah yang tertutupi kain putih penuh darah itu. Dengan tangan
yang bergetar dan jantung yang berdegup kencang, aku memberanikan diri untuk
membuka sedikit kain itu.
Aku
melihat wajah kakakku tertidur pucat. Dia tersenyum dalam tidurnya. Wajahnya
yang tampan kini penuh dengan darah.
“KAKAK!!!!”
Teriakku.
Aku
memeluk tubuhnya yang terbujur kaku untuk terakhir kalinya.
“Maafkan
Gea kak.. maafkan Gea..”
Mama
dan Papa merengkuh pundakku.
Dan
untuk terakhir kalinya, aku mencium kening kakak dan mengelus rambutnya yang
penuh darah.
“Gea
sayang sama kakak, selamanya!! Maafkan Gea kak..”
Kemudian
jenazah itu ku tutup lagi dengan kain.
“Gea,
kakakmu meninggal di tempat dengan menggenggam ini. Sepertinya ini untukmu nak”
kata Mama sambil memberikan bingkisan berwarna pink.
Aku
menerimanya dengan tangan bergetar.
Perlahan
ku buka bingkisan itu. Tangisku semakin menjadi-jadi setelah aku tau kalau di
dalam bingkisan itu ternyata adalah jaket ELF keinginanku. Jaket yang sudah
dijanjikan kakakku.
“Maafkan
Gea kak..” Ucapku sambil memeluk jaket itu seolah-olah kakakku.
Mama
mengelus pundakku, menguatkanku.
“Ini,
ada suratnya juga Gea” Kata Mama.
Aku
tidak mau membacanya di sini.
“Ini
semua gara-gara Gea ma.. ini semua karena Gea..”
“Ini
sudah takdir Yang Kuasa nak.. cobalah mengikhlaskan kakakmu..”
Aku
langsung berlari ke kamar kakakku.
Aku
duduk di kasurnya, sambil memeluk bantalnya.
“Gea
gak akan pernah melihat senyuman kak Devan lagi, Gea gak akan bisa memeluk kak
Devan lagi, Gea gak akan pernah bisa manja ke kak Devan lagi..” Aku tak
henti-hentinya menangis menyesali kejadian kemarin saat aku bilang membecinya.
Aku
mengambil foto close up kak Devan di atas meja belajarnya.
“Kak..
kakak kan sudah janji sama Gea, kalau
Gea juara satu, kakak akan kasih apapun yang Gea inginkan secara percuma,
sekarang Gea gak minta apa-apa, Gea cuma mau kak Devan selalu ada di samping
Gea.. Gea pingin kakak hidup lagi.. gak ninggalin Gea.. Gea mau minta maaf sama
kakak, karena kemarin Gea bentak-bentak kakak, dan bilang kalo Gea benci sama
kakak.. Gea gak beneran benci sama kakak.. Gea Cuma kebawa emosi aja.. maafin
Gea kak..”
Aku
memeluk foto kakakku.
Tiba-tiba
ada angin yang berhembus di kamar kakak, angin itu bertiup seolah sedang
mengelus rambutku. Dan aku mencium bau aroma parfum yang selalu dipakai
kakakku.
Aku
teringat surat dari kakakku. Aku langsung duduk di kasur dan mulai membaca
surat itu.
To :
Gea
From
: Devan
Dear my lovely little sister,
Kakak
minta maaf ya Gea.. kakak udah ingkar janji, kakak malah belikan kamu jaket
yang lain. Ini kakak belikan jaket yang benar-benar kamu inginkan! Pulang
sekolah jam 2 kakak langsung berangkat ke K-pop Shop di Jakarta. Untung masih
ada jaketnya, tinggal 1. Sebenarnya kakak sudah cari di toko-toko K-pop
Bandung.. tapi jaket seperti itu sudah tidak diproduksi lagi.. jadi kakak
belikan kamu jaket keluaran terbaru saja untuk sementara, kakak kira kamu akan
suka. Karna gak nemu jaketnya, kakak browsing di internet cari toko K-pop yang
masih jual jaket ELF, dan ternyata masih ada di K-pop shop Jakarta. Daripada
kakak beli online, kan lama tuh.. jadi kakak langsung ke sana.. takut jaketnya
keburu dibeli orang. Hehe..
Udahan
dulu ya surat dari kakak, sekali lagi kakak bilang “Maafin kakak ya Gea.. kakak
sayang sama Gea.. sampai kapanpun itu, sampai ajal menjemput kakak, kakak akan
tetap sayang sama Gea, sekalipun Gea benci sama kakak, tapi kakak akan selalu
sayang sama Gea..”
Devan
Setelah
membaca surat itu, aku langsung mencari jaket yang pertama kali dikasih kakak
padaku.
Aku
menemukannya di dalam lemarinya.
“Dua
jaket ini akan menjadi jaket kesayangan Gea selamanya! Maafkan Gea kakak.. Gea sayang
sekali sama kakak.. Gea gak akan pernah lupain kakak.. Gea sayang kakak
selamanya, seperti kakak menyayangi Gea..” Ucapku sambil memeluk 2 jaket yang
diberikan kakak padaku.
THE
END
Struktur Cerpen :
1. Abstraksi
:
Gea
memiliki kakak lelaki bernama Devan. Gea sangat
sayang kakaknya. Tapi disisi lain Gea juga iri padanya. Karena keinginan
kakaknya yang selalu dipenuhi orangtuanya.
2. Orientasi
:
Gea
ingin membeli jaket ELF, tapi uangnya telah habis untuk membeli tiket konser.
Gea menceritakan pada Devan, dan Devan mau membelikannya dengan satu syarat
yaitu Gea harus ikut lomba baca puisi dan Gea harus jadi pemenangnya. Setelah
berlatih keras, akhirnya Gea memenangkan perlombaan itu.
3. Konflikasi
Jaket
yang diberikan Devan pada Gea tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan Devan
pada Gea, sehingga Gea sangat marah pada
Devan.
4. Evalusi
Kemarahan
Gea membuat Devan harus pergi ke salah satu toko K-pop yang masih menjual jaket
ELF keinginan Gea di Jakarta. Sepulang sekolah Devan langsung berangkat ke
Jakarta. Dan untungnya jaket itu stoknya tinggal satu.
5. Resolusi
Devan
kecelakaan saat hendak pulang dari Jakarta. Dia meninggal dengan menggenggam
bingkisan berisi jaket ELF keinginan Gea. Mengetahui itu, Gea sangat menyesal
telah marah pada kakaknya bahkan bilang kalau membencinya.
6. Koda
Jaket
ELF dan jaket yang sebelumnya ditolak oleh Gea kini akan menjadi jaket
kesayangan Gea selamanya, karena kedua jaket itu adalah pemberian terakhir dari
kakaknya, Devan.
Amanat :
1. Jangan
berburuk sangka pada orang lain.
2. Jangan
terlalu cepat emosi sebelum mendapatkan penjelasan yang sebenarnya.
3. Terimalah
apapun hadiah yang diberikan orang lain, selama hadiah itu baik dan bermanfaat.
4. Sebelum
terlambat, hendaklah meminta maaf dulu pada siapapun yang pernah anda
kecewakan, dll.