Prostitusi bukanlah
masalah baru di Indonesia. Seiring berkembangnya zaman, prostitusi kini
bergeser dari yang sebelumnya konvensional atau sering kita kenal dengan
sebutan lokalisasi, kini bermetamorfosa menjadi prostitusi online. Prostitusi secara umum adalah praktik hubungan seksual
sesaat, yang kurang lebih dilakukan dengan siapa saja, untuk imbalan berupa
uang. Tiga unsur utama dalam praktik prostitusi adalah pembayaran, promiskuitas
dan ketidakacuhan emosional (Suyanto, 2010). Prostitusi online adalah transaksi atau penjualan jasa seksual melalui
internet atau sosial media untuk mendapatkan uang atau imbalan.
Prostitusi online kini menjadi marak
diperbincangkan setelah booming-nya
kabar penangkapan artis yang diduga terlibat prostitusi online. Setelah ditelusuri,
faktor yang menyebabkan supply and demand bisnis tersebut masih ada hingga saat
ini ternyata tidak hanya karena faktor ekonomi semata, tetapi juga karena
faktor lingkungan. Cukup mengejutkan saat mengetahui bahwa artis yang kondisi
ekonominya dapat dikatakan cukup mapan, ternyata juga terlibat dalam bisnis
ini. Hal tersebut dapat terjadi mungkin karena lingkungan yang ia geluti
mengharuskannya memiliki standar gaya hidup yang tinggi, dan hal tersebut tidak
diimbangi dengan banyaknya job yang
didapatkan.
Dari sisi ekonomi, prostitusi
online masuk kedalam salah satu
aktivitas underground economy. Menurut Smith (1994) dalam Faal
(2003), Undergorund economy adalah
produksi barang dan jasa baik legal maupun ilegal yang terlewat dari perhitungan
PDB. Aktivitas tersebut dikatakan ilegal karena tidak dibenarkan secara hukum,
seperti salah satu contohnya adalah prostitusi. Sedangkan dikatakan legal,
apabia sengaja diperjualbelikan secara tertutup dengan beberapa alasan tertentu,
salah satunya menghindari pajak.
Di negara yang
melegalkan prostitusi, seperti Inggris, Biro Statistik Inggris telah melaporkan
bahwa bisnis prostitusi dan penjualan obat terlarang menyumbang hampir 1%
kepada negaranya, sehingga total PDB-nya naik hingga 5%. Pun dengan Belanda, yang
data ekonominya melaporkan bahwa prostitusi dan penjualan ganja setara 0,4%
dari total PDB negaranya (finance.detik.com Diakses 1 Februari 2019). Sehingga
dapat disimpulkan bahwa bisnis prostitusi dapat menyokong peningkatan PDB suatu
negara, jika dilegalkan dan telah dibuatkan regulasi.
Akan tetapi di
Indonesia, prostitusi yang merupakan underground
economy ilegal, akan sulit apabila dibuatkan regulasi layaknya di Inggris
dan Belanda maupun seperti regulasi rokok dan minuman keras di Indonesia, karena
prostitusi online tidak berwujud
barang, tetapi berwujud seorang manusia.
Selain itu, kita hidup di Indonesia, dimana prositusi masih dianggap sebagai
hal yang tabu oleh sebagian besar masyarakat dan bertentangan dengan norma yang
berlaku di masyarakat, sehingga kalaupn dibuatkan regulasi untuk melegalkan,
tetap akan sulit untuk dilaksanakan. Dan jika dilegalkanpn, akan berpotensi
mucul permasalahan baru, salah satunya adalah meningkatnya penderita HIV/AIS.
Di Indonesia pun saat
ini telah ada UU ITE (Informasi dan Transaksi Elektronik) yang dapat mengancam
pegiat prostitusi online di media sosial. Menteri Kominfo Bidang Komunikasi dan
Media Massa, Hendri Subiakto mengatakan bahwa pegiat prostitusi akan dijerat
pasal 27 ayat 1, dimana pasal tersebut berbunyi “setiap
Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen
Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. (kominfo.go.id
Diakses 1 Februari 2019). Dan barangsiapa yang melanggar pasal 27 ayat
(1) maka akan dikenaka pasal 45 ayat (1) berupa hukuman penjara 6 tahun
dan/atau denda 1 miliar.
Namun, lain hal dengan
yang penulis kutip dari hukumonline.com yang menyatakan bahwa prostitusi online tidak bisa dikenakan UU ITE,
melainkan cukup menggunakan Kitab Undaang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 296 dan dapat ditambahkan pemberatan dengan penggunaan UU
Perlindungan Anak jika pelaku terindikasi mengeksploitasi anak, atau bahkan
dapat menggunakan UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan
Orang jika terindikasi sebagai jaringan jual beli manusia (human traficking). Namun, itu artinya KUHP pasal 296 ini hanya akan
menjerat mucikari, lantas bagaimana dengan PSK dan pengguna jasa prostitusi?
Pakar
Hukum Pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan, pelanggan
prostitusi dapat dijerat dengan Pasal 284 KUHP tentang Perselingkuhan, akan
tetapi itu artinya pasal tersebut hanya akan menjerat pengguna yang sudah kawin
saja. Sehingga sangat diperlukan peraturan perundang-undangan untuk menjerat
semua pelaku yang teribat dalam prostitusi online.
Prostitusi
online sulit diberantas, akan tetapi dapat
dicegah agar tidak semakin berkembang. Pemerintah dapat melakukan cyber patrol
komprehensif terhadap konten yang mengandung prostitusi dan melanggar
kesusilaan, melakukan perbaikan undang-undang, mengedukasi masyarakat tentang
prostitusi, juga bisa melakukan kegiatan pemberdayaan korban PSK melalui
berwirausaha agar mereka bisa terlepas dari bisnis prostitusi.*)
*)Artikel ini pernah dipublikasikan di website lsme.feb.ub.ac.id
Referensi :
Notulensi Kajian Rapat #1 Departemen PNP LSME 2019
Kompas.com . 2018. Bisakah Pelanggan Prostitusi Dijerat Hukum?. https://megapolitan.kompas.com/read/2018/08/08/21352871/bisakah-pelanggan-prostitusi-dijerat-hukum. (Diakses 1 Februari 2019)
Kominfo.go.id.
2015. Pegiat Prostitusi Online Bisa Dijrat UU ITE. https://kominfo.go.id/index.php/content/detail/4743/Kominfo--Pegiat-Prostitusi-Online-Bisa-Dijerat-UU-ITE/0/sorotan_media. (Diakses 1 Februari 2019)
Suyanto,
Bagong. 2010, Masalah Sosial Anak, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Hlm.
159-160, dalam skripsinya Muhammad Hidayat, 2014, Tinjauan Sosiologi Hukum
Terhadap Kegiatan Prostitusi di Kota Makassar, Fakultas Hukum, Universitas
Hasanuddin Makassar, Hlm. 8
Hukumonline.com.
2015. Prstitusi Online Tidak Bisa Dikenakan UU ITE. https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt554613f24a645/prostitusi-online-tidak-bisa-dikenakan-uu-ite/. (Diakses 1 Februari 2019)
Finance.detik.com.
2014. Prostitusi dan Penjualan Ganja Sokong Pertumbuhan Ekonomi Belanda. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-2619514/prostitusi-dan-penjualan-ganja-sokong-pertumbuhan-ekonomi-belanda. (Diakses 1 Februari 2019)