Bismillahirrohmanirrohim
Sebelumnya ini hanya opini saya semata, di sini saya memposisikan diri saya sebagai introverter.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Sebelum masuk ke inti, tahukah kalian, apa itu introvert? Istilah ini pasti sudah tak asing lagi, terutama untuk kalangan mahasiswa. Introvert cenderung digunakan sebagai istilah untuk orang-orang yang pemalu, suka menyendiri, dan takut pada pertemuan sosial.
Saya adalah salah satu introverter.
Jujur saja, di sini saya sedikit sedih dengan kenyataan ini. Terkadang saya berpikir, mengapa saya introvert? Mengapa saya tidak ekstrovert saja? Saya memiliki sahabat yang kebanyakan ekstrovert, dan saya terkadang merasa iri. Mengapa saya sangat sulit untuk bisa menjadi seperti mereka yang ekstrovert?
Terkadang keadaan sosial di sekeliling mengharuskan saya untuk bisa menjadi seperti mereka yang ekstrovert, dan itu sedikit memberatkan saya. Percayalah, mengubah kepribadian tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Orang-orang memperlakukan kami (Introverter) berbeda. Itulah yang saya lihat selama ini. Mungkin ini karena kami terkesan pendiam, tak banyak bicara, pemalu, dan terkadang lebih suka menyendiri. Sampai-sampai kami dikira sombong. Kami itu untuk menyapa orang duluan saja terkadang merasa tak sanggup. Tapi sungguh, ini juga bukanlah keinginan kami. Mengapa kami pendiam? Karena kami terlalu banyak berpikir sebelum bicara, apalagi terhadap orang yang baru dikenal. Hampir semua orang yang kenal saya, saat saya tanya apa kesan pertamamu saat berkenalan dengan saya? Kebanyakan mereka menjawab, saya pendiam. Ya itu karena kita baru kenal. Tapi tak jarang juga, meski sudah lama kenal, saya tetap pendiam saat bersama mereka. Tahukah kalian mengapa? Karena kami, introverter, hanya akan menjadi sosok yang terbuka pada saat kami menemukan seseorang yang klop, sehati, dan membuat kami nyaman. Kami, introverter akan berubah 180 derajat menjadi sosok yang amat sangat cerewet. Bahkan orang lain yang tidak terlalu dekat dengan kami, akan sedikit terkejut mengetahuinya, bahwa kami tidak sependiam yang mereka kira.
Perlakuan berbeda pasti ada, seperti di organisasi misalnya, yang ekstrovert pasti akan dipilih lebih dulu untuk menduduki posisi/jabatan yang tinggi. Mengapa? Karena yang introvert dianggap 'kurang bisa bicara di depan umum'. Sedangkan untuk menduduki posisi atas, diharuskan dapat berbicara di depan umum. Di kelas juga pasti ada. Si ekstrovert tak akan ragu-ragu untuk mengangkat tangan untuk bertanya dan menjawab serta sangat gamblang jika menjelaskan isi presentasi. Sangat berbeda dengan kami introverter, kami akan berpikir dulu, mau bertanya apa? Ini saja terkadang membutuhkan waktu yang cukup lama, kami terlalu banyak berpikir, apakah pertanyaan ini berbobot atau tidak? Setelah dapatkan ide, kami akan menuliskannya di catatan. Begitupun saat kami hendak menjawab, kami harus mencatatnya dulu. Untuk masalah presentasi, ada beberapa introverter yang benar-benar tidak bisa berbicara di depan umum, bahkan tangannya seringkali gemetar. Namun juga tidak sedikit introverter yang mulai bisa mengurangi rasa gugupnya. Saya sendiri, jika saya gugup, saya akan menyembunyikan tangan saya di belakang, saya akan berbicara dengan suara lantang. Dan itu sukses menghilangkan kegugupan saya. Saat hendak menjawab pertanyaanpun begitu. Kami dalam pikiran sudah ada bayangan, jawabannya adalah begini begini begini, namun, kami tidak bisa mengkomunikasikannya pada orang lain sebelum kami mencatatnya dulu. Maka dari itu, yang ekstrovert di mata dosen terlihat lebih aktif di kelas daripada mereka yang introvert. Dan bisa diambil kesimpulan kan? Extrovert A, introvert? Kalau dia bagus di UTS dan UAS dia masih bisa dapat A, tapi kalau tidak, jangan berharap.
Tolong jangan sebut kami sombong. Kami tidak sombong, sungguh. Saya, sebagai introverter, juga sudah pernah berusaha untuk keluar dari zona ini. Tetapi ujungnya saya kembali ke zona ini lagi. Seringkali meski berada dalam keramaian, saya merasa kesepian. Karena orang-orang lebih nyaman berbincang dengan yang lain daripada dengan saya yang notabenya adalah pendiam. Sehingga yang saya lakukan adalah, sok-sok an sibuk dengan gadget. Padahal di gadget tidak ada apa-apa. Hanya ada pesan-pesan spam di grup dan kalau tidak begitu saya sibuk membuka story orang di instagram. Saya sangat tidak suka dikacangi. Tapi ya saya sendiri bingung, bagaimana agar saya tidak dikacangi? Saya sudah mencoba untuk nimbrung ke obrolan mereka, tetapi tetap saja, mereka sangat mendominasi obrolan. Sehingga saya merasa tersisihkan dan pada akhirnya memilih untuk diam dan mendengarkan sambil senyum-senyum tidak jelas. Kalau sudah begitu, ingin sekali saya segera pergi. Tujuan saya adalah suatu tempat di mana saya bisa menenangkan diri. Biasanya sih saya kalau tidak ke surau ya ke perpus pusat UB. Mengapa surau? Karena di surau saya bisa meyendiri, terkadang jika ada orang yang mengajak bicara, itupun pasti tidak lama, paling hanya menyapa. Apalagi di perpus, wah.. tempat ternyaman untuk saya adalah perpus. Ya.. memang pada dasarnya introverter suka menyendiri kan? Hahah
Tapi, jangan coba-coba remehkan kami. Begini-begini kami juga memliki kelebihan. Tidak sedikit kok, orang sukses yang kepribadiannya introvert. Introverter itu cenderung melakkan kegiatan-kegiatan seperti menulis, meneliti dan mebaca. Masalah berbicara di depan umum, itu bisa kami asah melalui proker dan organisasi.
Intinya, jangan pandang sebelah mata kami, introverter. Kami tidak sombong, kami tidak pemalu, kami tidak pendiam. Percayalah kami juga tidak ingin seperti ini. Tapi meski begitu, kami bersyukur, karena introvert juga memiliki sisi positif. Jangan langsung menjudge kami. Saya ulang sekali lagi, kami tidak seperti yang kalian kira. Kami memang lebih suka menyampaikan sesuatu melalui tulisan, lalu memang kenapa? Salahnya di mana? Kami suka menyendiri, memang kenapa? Salah kami dimana? Tolong hargai kami juga, perlakukan kami secara adil.
.
.
.
.
.
Salam,
FPA
Mahasiswa yang menulis seenak hati
No comments:
Post a Comment