Beberapa waktu yang lalu,
warganet sempat dihebohkan dengan berita mengenai anak berusia 12 tahun bernama
Erik yang putus sekolah, namun sukses menjadi milyarder setelah bermain Bitcoin.
Dilansir dari Liputan6.com, Jumlah Bitcoin yang Erik miliki kini mencapai 403
buah dengan valuasi mencapai US$ 1,09 juta atau setara Rp 14,5 miliar. Bahkan
di beberapa negara seperti Jepang, Amerika, Kanada, dan beberapa negara lainnya
telah menetapkan Bitcoin sebagai mata uang legal. Bitcoin sendiri adalah mata uang virtual yang
dikembangkan pada tahun 2009 oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi
Nakamoto. Mata uang ini seperti halnya Rupiah atau Dollar, namun hanya tersedia
di dunia digital.
Transfer instan secara Peer to Peer, transfer ke mana saja,
biaya transfer yang sangat kecil, dan tidak dikenakan pajak, menjadikan Bitcoin
memiliki poin lebih dibandingkan dengan uang konvensional. Belum lagi harga 1 Bitcoin yang saat ini
(Februari 2018) mencapai Rp113.800.000 dapat membuat siapapun tergiur untuk
mencobanya. Akan tetapi, muncul pertanyaan yang menggelitik, bagaimana bisa,
hanya dalam rentang waktu yang tidak lama, harga 1 Bitcoin bisa meningkat
setajam itu? Bagaimana apabila Bitcoin dilegalkan di Indonesia?
Di tahun 2014, Bank Indonesia
telah menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual
currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di
Indonesia dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang
serta UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2009. Namun, melihat perkembangan yang semakin pesat
dari uang virtual ini, BI mengadakan kajian lagi secara mendalam terkait Bitcoin,
apakah akan diatur dalam PBI uang elektronik ataukah terpisah, misalnya nanti
masuk dalam PBI cryptocurrency. Yang jelas, BI
mengimbau agar merchant tidak menerima Bitcoin
sebagai alat pembayaran resmi di Indonesia. Jika masyarakat mengalami kerugian
terkait Bitcoin, regulator BI tidak akan bertanggung jawab terkait hal ini. BI
mengkawatirkan dan masih mencermati terkait risiko penggunaan Bitcoin oleh
masyarakat. Hal ini karena BI mengendus potensi penyelewengan Bitcoin digunakan
untuk tindakan melawan hukum, seperti terorisme, pencucian uang, prostitusi,
dan perdagangan obat terlarang.
Tidak hanya BI, Badan Pengawas
Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) juga tengah melakukan kajian mengenai Bitcoin
ini, dan diperkirakan akan rampung pada pertengahan tahun 2018. Kajian Bitcoin difokuskan
sebagai instrumen investasi setelah BI melarang penggunaan Bitcoin sebagai
alat pembayaran dan transaksi di Indonesia (UU No.7 tahun 2011). Penggunaan Bitcoin
sebagai instrumen investasi diperbolehkan di Indonesia dengan catatan
pemerintah telah mengingatkan risiko investasi Bitcoin. Sampai saat ini pun,
belum ada otoritas yang menaungi Bitcoin. Mata uang virtual ini juga tidak
memiliki administrator resmi, underlying asset
yang mendasari harganya, serta nilai perdagangan yang sangat fluktuatif
sehingga rentan terhadap sejumlah risiko.
Dari perspektif Ekonomi Islam, Bitcoin
yang memeiliki banyak ketidakjelasan ini masuk ke dalam perkara yang memiliki
unsur gharar di dalamnya. Agar tidak
terjadi gharar, maka baik harga
ataupun barang, baik Bitcoin yang menjadi harga beli ataupun Bitcoin yang
dijual itu memiliki nilai yang jelas dan merefresentasikan aset sebagai alat
tukar. Tetapi Bitcoin yang tidak diakui sebagai alat tukar tidak
merefresentasikan, sehingga tidak jelas dan tidak diakui oleh masyarakat. Selain itu, penggunaan Bitcoin akan
menimbulkan kesenjangan yang tinggi di masyarakat. Masyarakat miskin yang
kurang paham teknologi, akan semakin miskin, dan yang kaya akan semakin kaya.
Tidak menutup kemungkinan pula, terdapat propaganda terselubung dalam Bitcoin
ini.
Pun dari sisi akuntansi,
penggunaan uang virtual, akan berimbas pada berkurangnya profesi Akuntan yang
dibutuhkan di era digital. Dan secara tidak langsung, uang virtual akan
mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan jasa bank. Saat ini memang Bitcoin
masih dalam tahap pengkajian ulang dan pernah dilarang di Indonesia, tetapi
tidak menutup kemungkinan di masa mendatang Bitcoin akan dilegalkan
penggunaannya di Indonesia. Apabila permasalahannya terletak pada hukum agama,
maka bisa saja Bitcoin di masa mendatang akan memiliki inovasi baru dengan nama
Bitcoin Syari’ah. Jika masalahnya terletak pada masalah regulasi, bisa saja BI
dan otoritas keuangan lainnya akan segera membuat regulasi terbaru untuk
melegalkan Bitcoin di Indonesia. Jadi, apakah Bitcoin masih pantas jika
dilegalkan di Indonesia?*)
*) Artikel ini dimuat di website LSME FEB UB
Referensi :
bitcoin.co.id/
Notulensi hasi diskusi Departemen PnP LSME FEB UB
No comments:
Post a Comment