Mahasiswa

Thursday, 15 February 2018

Simpang Siur Penerapan Bitcoin di Indonesia

Beberapa waktu yang lalu, warganet sempat dihebohkan dengan berita mengenai anak berusia 12 tahun bernama Erik yang putus sekolah, namun sukses menjadi milyarder setelah bermain Bitcoin. Dilansir dari Liputan6.com, Jumlah Bitcoin yang Erik miliki kini mencapai 403 buah dengan valuasi mencapai US$ 1,09 juta atau setara Rp 14,5 miliar. Bahkan di beberapa negara seperti Jepang, Amerika, Kanada, dan beberapa negara lainnya telah menetapkan Bitcoin sebagai mata uang legal. Bitcoin  sendiri adalah mata uang virtual yang dikembangkan pada tahun 2009 oleh seseorang dengan nama samaran Satoshi Nakamoto. Mata uang ini seperti halnya Rupiah atau Dollar, namun hanya tersedia di dunia digital.
Transfer instan secara Peer to Peer, transfer ke mana saja, biaya transfer yang sangat kecil, dan tidak dikenakan pajak, menjadikan Bitcoin memiliki poin lebih dibandingkan dengan uang konvensional.  Belum lagi harga 1 Bitcoin yang saat ini (Februari 2018) mencapai Rp113.800.000 dapat membuat siapapun tergiur untuk mencobanya. Akan tetapi, muncul pertanyaan yang menggelitik, bagaimana bisa, hanya dalam rentang waktu yang tidak lama, harga 1 Bitcoin bisa meningkat setajam itu? Bagaimana apabila Bitcoin dilegalkan di Indonesia?
Di tahun 2014, Bank Indonesia telah menyatakan bahwa Bitcoin dan virtual currency lainnya bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia dengan memperhatikan Undang-undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta UU No. 23 Tahun 1999 yang kemudian diubah beberapa kali, terakhir dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 2009. Namun, melihat perkembangan yang semakin pesat dari uang virtual ini, BI mengadakan kajian lagi secara mendalam terkait Bitcoin, apakah akan diatur dalam PBI uang elektronik ataukah terpisah, misalnya nanti masuk dalam PBI cryptocurrency. Yang jelas, BI mengimbau agar merchant tidak menerima Bitcoin sebagai alat pembayaran resmi di Indonesia. Jika masyarakat mengalami kerugian terkait Bitcoin, regulator BI tidak akan bertanggung jawab terkait hal ini. BI mengkawatirkan dan masih mencermati terkait risiko penggunaan Bitcoin oleh masyarakat. Hal ini karena BI mengendus potensi penyelewengan Bitcoin digunakan untuk tindakan melawan hukum, seperti terorisme, pencucian uang, prostitusi, dan perdagangan obat terlarang.
Tidak hanya BI, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappeti) juga tengah melakukan kajian mengenai Bitcoin ini, dan diperkirakan akan rampung pada pertengahan tahun 2018. Kajian Bitcoin difokuskan sebagai instrumen investasi setelah BI melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran dan transaksi di Indonesia (UU No.7 tahun 2011). Penggunaan Bitcoin sebagai instrumen investasi diperbolehkan di Indonesia dengan catatan pemerintah telah mengingatkan risiko investasi Bitcoin. Sampai saat ini pun, belum ada otoritas yang menaungi Bitcoin. Mata uang virtual ini juga tidak memiliki administrator resmi, underlying asset yang mendasari harganya, serta nilai perdagangan yang sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap sejumlah risiko.
Dari perspektif Ekonomi Islam, Bitcoin yang memeiliki banyak ketidakjelasan ini masuk ke dalam perkara yang memiliki unsur gharar di dalamnya. Agar tidak terjadi gharar, maka baik harga ataupun barang, baik Bitcoin yang menjadi harga beli ataupun Bitcoin yang dijual itu memiliki nilai yang jelas dan merefresentasikan aset sebagai alat tukar. Tetapi Bitcoin yang tidak diakui sebagai alat tukar tidak merefresentasikan, sehingga tidak jelas dan tidak diakui oleh masyarakat.  Selain itu, penggunaan Bitcoin akan menimbulkan kesenjangan yang tinggi di masyarakat. Masyarakat miskin yang kurang paham teknologi, akan semakin miskin, dan yang kaya akan semakin kaya. Tidak menutup kemungkinan pula, terdapat propaganda terselubung dalam Bitcoin ini.
Pun dari sisi akuntansi, penggunaan uang virtual, akan berimbas pada berkurangnya profesi Akuntan yang dibutuhkan di era digital. Dan secara tidak langsung, uang virtual akan mengurangi minat masyarakat untuk menggunakan jasa bank. Saat ini memang Bitcoin masih dalam tahap pengkajian ulang dan pernah dilarang di Indonesia, tetapi tidak menutup kemungkinan di masa mendatang Bitcoin akan dilegalkan penggunaannya di Indonesia. Apabila permasalahannya terletak pada hukum agama, maka bisa saja Bitcoin di masa mendatang akan memiliki inovasi baru dengan nama Bitcoin Syari’ah. Jika masalahnya terletak pada masalah regulasi, bisa saja BI dan otoritas keuangan lainnya akan segera membuat regulasi terbaru untuk melegalkan Bitcoin di Indonesia. Jadi, apakah Bitcoin masih pantas jika dilegalkan di Indonesia?*)


*) Artikel ini dimuat di website LSME FEB UB



Referensi :
bitcoin.co.id/
Notulensi hasi diskusi Departemen PnP LSME FEB UB

No comments:

Post a Comment